Friday, November 2, 2012

#2 Hiara and Fabian : Hidden Gratitude

Di meja meeting, divisi media planner sedang berkumpul dan menikmati makan siang. Rapat untuk internal mengenai budget tahunan baru saja selesai. Hiara beranjak disusul oleh Fabian disebelahnya, dengan sengaja Fabi menyenggol Ara,”eh, sengaja.” Kata Fabi riang seraya tertawa senang. Hiara mengerutkan keningnya lalu berjalan mengejar Fabi dan menginjak kakinya,”ehh disengajain banget.”
Fabi tersenyum,”childish banget sih ngga’ mau ngalah.”
“Lah, siapa yang mulai duluan.”Ara tak mau kalah.
Vina dari belakang memerhatikan anak buahnya,”lama-lama gue kawinin juga lu berdua. Jail-jailan mulu. Buka pintu ruangan aja sampe ngantri nih.”
Fabi dan Hia spontan menoleh ke belakang. Keduanya lalu berkata “amit-amit” secara serempak dan mengetuk pintu ruangan bergantian dengan mengetuk kepala mereka masing-masing.
“Eh malah sibuk ngetok pintu, itu jarinya dipake buat buka pintu.” Komentar Vina yang makin gemas dengan dua anak buahnya itu.
Fabian tersenyum lalu buru-buru menempelkan jarinya pada sensor jari. Pintu terbuka dan antrian pun masuk ke dalam ruangan menuju meja masing-masing. Hiara bersantai di kubiknya tanpa mengerjakan apa-apa, hanya mendengarkan musik dari ITunes-nya dan membaca majalah-majalah yang rutin dikirim dari media house.
Kepala Fabi tiba-tiba muncul dari kubik sebelah,”Ra.”
“Ah lo ngagetin aja….” Hiara terkaget lalu mengelus-elus dadanya,”Kenapa?”
“Eh, temen main gue dari kecil lagi ngerayain hamil anak pertamanya. Gue diundang makan-makan gitu. Ngga’ rame-rame sih. Enaknya gue bawa apaan ya?” tanya Fabi.
“Apa ya? Beli barang buat anaknya juga masih terlalu awal ya, eh berapa bulan hamilnya?” Hiara menanya balik.
“Baru dua bulanan gitu, bawa makanan apa ya?”
“Apa ya? Iya kali bawa buah aja buat dimakan rame-rame lagi sama bawa bunga.”
“Bunga? Bunga apa?”
“Apa ya yang buat kehamilan? Hehe gue gatau…  kalo buat persahabatan yang bagus mawar kuning. Hehe lo tanya sama florist aja ntar bagusnya bunga apa….”
Fabian mengangguk,”oh, arti mawar kuning friendship?”
Hiara mengangguk, lalu kembali membaca majalahnya. Fabi pun kembali menatap layar komputernya dan siap-siap searching kado tepat untuk teman dekatnya.
Oh arti mawar kuning itu persahabatan, jadi mawar kuning yang gue terima tiap Flower’s Day di kampus dulu artinya itu… Siapa ya?
Jantung Hia berdegup kencang. Ia merasa keceplosan kali ini, ia berusaha bersikap santai dan tenang. Ia menepikan majalah yang ia baca lalu ia mencoba fokus pada lembaran excel di depan matanya. Namun nihil, pikirannya melayang kemana-mana, tangannya sedikit bergetar. Buru-buru ia beranjak dari kursi dan berjalan setengah berlari keluar ruangan menuju toilet.
Fabi yang sibuk browsing terkaget dengan suara hentakan kursi saat Hiara beranjak. Ia menoleh ke meja Hiara dan memperhatikan sahabatnya yang berjalan cepat menuju toilet. I long for your back since I first saw you in the front of University. Your back seems nice to lean on. If only I had a chance to lean on you. Ia menghela nafas lalu kembali membuka slide proposalnya untuk dibaca ulang sebelum ia kirim pada client.
***
Kenapa jantung ini masih berdebar kencang? Swear to heaven, dia ngga bakal tau apapun tentang pengirim mawar kuning itu. Hiara menatap wajahnya dicermin, ia kesal sejadi-jadinya dengan kebodohannya. Why this butterfly feeling didn’t stop yet? I swear that I am happy now, I'm heavenly glad with Banyu. I swear he’s enough to me. But can’t just this annoying feeling go away from me?
 Ia menarik nafas dalam-dalam menghembuskannya perlahan lalu membasuh wajahnya dengan air. Setelah gemetar tangannya hilang dan jantungnya kembali normal, ia berjalan keluar dari toilet dan masuk ke ruangan kerjanya lalu duduk dengan tenang di kubiknya.
Kepala Fabian kembali muncul tiba-tiba dikubiknya,”Ara.”
Hiara kembali terkejut,”Aihh ni bocah. Sumpah ya, pengen bikin gue jantungan apa?”
“Lah, kenapa lo jadi kagetan banget deh?” Fabian mengerutkan keningnya.
Secara cepat tanggap Hiara membual,”lagi sensitif, mau dapet kaya’nya”
“Sejak kapan lo mau dapet jadi jantungan?” tanya Fabian usil.
“Gue bilang sensitif, lo ngedoain gue jantungan beneran, yak?” Hiara kesal lalu menjambak rambut Fabian.
“Ahh, udah sih, salah sendiri sensitif,” Fabi membela diri lalu memukul-mukul kecil tangan Hiara yang masih menjambak rambutnya hingga Hiara melepaskan tangannya dari rambutnya.
“Nape?”
“Eh, gue tadi googling, katanya ada beberapa bunga yang bisa bikin pusing sama sakit buat bumil, terus ada yang nyaranin kasih tanaman aja sebagai simbol pertumbuhan anaknya. Menurut lo taneman apa ya?”
“Apa yak? Kaktus? Tanaman empon-empon aja apa?” jawab Hiara jail.
Fabian menoyor kepala sahabatnya itu, "yang serius dong, masa empon-empon. Yang keren dikit… eh kalo apa itu yang buat aroma relaksasi-relaksasi?”
“Lavender?”
“Nah, itu khan keren. Itu aja kali ya?”
Kali ini balik Hiara yang memukul kepala Fabian dengan pensil,”itu taneman pengusir nyamuk, lagian umur hidupnya sebentar. Tante gue pernah punya dirumahnya.”
“Ooh… ya khan gue ngga tau.”
“Mawar ajalah. Pusing-pusing amat yak.”
“Iya kali ya, yang warna apa ya?” Fabian akhirnya menyetujui usul Hiara.
“Putih mungkin ya, khan buat pure love buat anaknya?” Hiara melirik Fabian.
“Setuju!” Fabian senang sudah menemukan jawaban untuk kado untuk temannya.

“Bayar fee ide ya.” Sahut Hiara.
“Heh, belom kelar tapi masalahnya. Gue beli dimana bibit sama pot-potnya?”
“Itu sih derita lo, ngapa gue pusing-pusing,”
“Fee-nya gue beliin bunga deh, khan si Banyu ngga’ pernah ngasih lo bunga tuh… Lo sukanya bunga apa?”
“Bunga deposito fix,” sahut Hiara asal.
“Dasar mata duitan, seriusan nih? Penawaran cuma sekali,”kata Fabi.
“Apa yak?" Hiara menggaruk-garuk kepalanya I like Baby's Breath, but I want it from Banyu. "Apa aja yang penting ikhlas."
"Tapi temenin gue beli bunganya, deal yah?" Fabi tersenyum jahil.
Hiara langsung melotot,"Sorry, gue ngga semurah itu. Kalo mau ngerayu gue, pake bunga deposito yg tinggi dan fix." Ia lalu tersenyum jahil.
"Ah payah lo." Fabi kembali duduk ke bangkunya sambil meracau.
Hiara kembali dengan tenang membaca majalah. Jantungnya kembali berdetak normal. Ia larut dalam cerita pendek yang disajikan dalam majalah tersebut bersama suara lagu dari playlist santainya hingga handphonenya bergetar di saku blazer. Buru-buru ia meletakkan majalah dan mengecilkan suara musik lalu mengangkat telepon dengan sumringah begitu melihat nama "Banyu" tertera.
"Hai, aku lagi santai kok. Nanti pulang cepet kaya'nya. Mau jemput? Ooooh, hahahaha aku lupa. Iya-iya. Nyo, beliin bunga dong... Si Fabi aja mau beliin aku bunga."
"Bohong," sahut Fabi dengan keras seraya mendekat ke arah handphone Hiara.
Hiara melotot sambil memukul-mukul Fabian dengan majalah,"Ahh kamu mah. Masa temen aku aja beli kamu ga mau beliin. Pelit."
"Ga usah beliin Bay, manja tuh cewek lo," Fabian kembali berkomentar usil.
Kali ini Hiara mencubit perut Fabian lalu menyingkir dari mejanya. Sementara Fabi tersenyum miris melihat kelakuan sahabatnya.
It hurts to look you both happy together while I'm around but meaningless. Don't send her any flowers before I sent her one. Let me be the one who sent her flowers.
Fabian memalingkan wajahnya dari Hiara yang sedang asyik berbincang dengan Banyu melalui teleponnya pada timeline twitternya. Ia mendapat banyak respons dari pertanyaannya tentang florist yang recommended di Jakarta, komplit beserta nomer toko dan alamatnya. Kali ini ia ikut beranjak dari bangkunya bersama dengan handphone dan beberapa nomer toko bunga yang ia dapatkan dari twitter. Ia mencolek jahil pinggang Hiara ketika berjalan melewatinya keluar menuju tangga kantor.
"Ahh kamu mah, nanti malem beliin ya." Rengek manja Hiara, namun matanya terus menatap punggung Fabian hingga punggung itu menghilang dibalik pintu ruangan."Okay, we'll see what kind of surprise you've been working for me. Yap. See you, tonight. Bye."
***
Hiara turun dari motor Banyu di lobby apartmentnya. Ia lalu melambaikan tangannya. Banyu membalas lambaian tangannya lalu pergi. Ia berjalan masuk ke dalam lobby langsung menuju lift.
Tiba-tiba seorang resepsionis memanggilnya,"Ibu Hiara ya? Lantai 12 kamar 1208?"
Hiara menoleh lalu mengangguk dan tersenyum," Ya, ada apa?"
"Ada kiriman bunga untuk Ibu, sebentar ikut saya." Jelas si resepsionis seraya berjalan menuju ruangan di balik meja resepsionis.
Hiara mengerutkan keningnya. Bunga dari siapa pikirnya. Ia berjalan mengikuti si resepsionis itu. Resepsionis tersebut mengambil  bouquet bunga dari lemari pendingin lalu menyerahkan bouquet mawar yang besar itu pada Hiara.
                      bouquet
Hiara tersenyum kikuk pada resepsionis melihat satu bouquet mawar putih yang kurang lebih berdiameter 30 cm," Makasih ya Mbak. Dateng jam berapa bunganya? Ada keterangaan pengirimnya ngga?"
"Sekitar maghrib jam 6 gitu, tidak ada kartu ucapan juga, kalau saya tidak salah ingat nama toko bunganya Language of Romance, tapi saya lupa alamatnya dimaana."
Hiara tersenyum, "thanks ya," ia berjalan menuju lift sambil menatap bouquet tersebut. Ia memerhatikan dengan sama bouquet tersebut. Is it Banyu? Apa dari Fabian? Dia bilang mau beliin bunga. Nope. Si Pedit itu mana mungkin ngirimin gue bunga. Atau Banyu? Why did he send it to apartment instead of give it by himself?
Walaupun masih terheran-heran Hiara tampak menikmati bouquet tersebut, ia tersenyum seraya menghirup aroma bouquet tersebut, wajahnya pun berseri-seri. Tiba-tiba suara telepon dari handphone Hiara membuyarkan keheningan di lift. Hiara hanya tersenyum tak enak pada yang lain karena kedua tangannya tidak sanggup merogoh tasnya untuk mengambil handphone tersebut. Sementara handphone Hiara berbunyi sepanjang perjalanan menuju lantainya, ia memperhatikan angka lantai yang bergerak lambat sekali. Ia gelisah dan sedikit kesal karena disaat ingin cepat justru banyak sekali orang naik turun lift sebelum lantainya. Hingga akhirnya sampai juga ia dilantai yang dituju, ia bernafas lega dan buru-buru keluar dengan semangat. Setengah berlari ia menuju apartmentnya dan mengetuk pintu dengan sikunya,"Atrikaaaa. It's me! Go hurry open the door!"
Suara pintu terbuka, ia disambut dengan omelan,"santai na..." Belum selesai omelan teman satu apartmentnya, Hiara buru-buru masuk lalu merebahkan barang-barang yang ada ditangannya di atas sofa. Lalu mengeluarkan seluruh isi satchel-nya. Handphonenya sudah berhenti berdering, ada 3 miss called dari Banyu.
"Dari siape? Dateng-dateng nyelonong terus senyum-senyum sendiri," tanya Atrika.
Hiara dengan wajah riang hanya mengangkat bahunya,"I need to confirm it first, wait yah" begitu teleponnya terhubung pada Banyu ia langsung menyapa dengan nada riang," Hai!"
"Got my surprised?" Tanya Banyu.
"Yup, hehe thanks ya." Jawab Hiara seraya tersipu malu.
"Aku pikir, kamu bakal ngga' suka sama warnanya."
"Nggak kok, aku suka, thanks Hon," sahut Hiara lagi.
"Besok-besok ngga' usah alasan ngga ada kaca sebadan ya buat ngecek baju kamu kebalik atau engga'," lanjut Banyu.
"Hah!" Hiara mulai bingung, ia buru-buru memandang ke sekitarnya lalu menuju kamarnya.
"Iya, kemaren aku ke bengkelnya Hans, nemu itu. Aku langsung aja inget kamu butuh kaca sebadan. Dua kali khan kamu pake baju kebalik.
Hiara terperanjat menemukan sebuah kaca antik sebadan berwarna coklat tua. Ia lalu menepuk jidatnya. Dengan nada lemah ia menjawab," ngga masalah kok warnanya coklat tua. Makasi ya. Eh aku pipis dulu yah. Kebelet. Bye" Hiara buru-buru mematikan handphonenya. Ia melihat led BBnya menyala, ada BBM masuk dari Fabian.
F : Maunya gue beliin bunga mawar kuning, tapi abis. Jadinya putih. Abisnya tadi murah banget gue beli taneman buat temen gue yang hamil itu. Daripada ngeluarin receh, gue beli aja sebouquet mawar putih buat temen gue yg ga pernah dikasi bunga sama cowoknya :))
H: ngasih tapi songong
F : Hahaha, gue ngga tau lo suka bunga apa selain bunga bank, jadi gue beliin itu aja.
H : Anyway, thanks.
F : Thank you for you too
H : Me? Why
F: For the idea
H : Ah, itu mah kecil kali
F : Hmm, yaudah, itu hadiah ulang taun deh, dari pertama kali kita temenan sampe sekarang.
H :Hahaha, cuma bunga nih? (•͡˘˛˘ •͡")
F : Udh sukur dikasih
H : Haahaha, thank you. And I mean it, that was my first bouquet of flower
F : De nada
Hiara lalu melempar handphone dan mawar putih tersebut dan memperhatikan kaca antik barunya. Warna coklat tua memang merusak dominasi warna putih di furniture kamarnya. Tapi ia menyukai cermin antik tersebut. 
 mirror whole body
Kenapa hati gue ngga se-riang pas dapet bunga dari Fabi ya? Nope, it just ehmm it just happy because that the first bouquet of my life. Sadly it wasn't from Banyu.
Wajah Hiara tidak seriang sebelumnya, ia merasa ada yang salah dengan dirinya. Ia beranjak dan mendekati cermin antik tersebut. Ia perhatikan lekuk ukirannya yang cantik perlahan-lahan ia menatap wajahnya di cermin. Air mata perlahan keluar di kedua sudut matanya.
***
Banyu sedang menulis di BBnya, wajahnya tampak serius. Bunga mawar kuningnya ngga habis, justru gue tanya ke lima toko yang masih ada mawar putih sebanyak itu. That's my gratitude for accompany me conquer everything together for this eight years. I hope you'll believe someday we're fated to be together.
Ia menatap layar handphonenya lama sekali, hingga akhirnya ia memencet tombol backspace. Satu persatu huruf itu terhapus lalu ia kembali mengetik "De nada"

No comments:

Post a Comment